TRANSLASI MATA UANG
ASING
A) Pengertian Translasi
Mata Uang Asing
Translasi mata uang
asing adalah proses pelaporan informasi keuangan dari satu mata uang ke mata
uang lainnya. Translasi mata uang asing dilakukan untuk mempersiapkan laporan
keuangan gabungan yang memberikan laporan pada pembaca informasi mengenai operasional
perusahaan secara global, dengan memperhitungkan laporan keuangan mata uang
asing dari anak perusahaan terhadap mata uang asing induk perusahaan.
Tiga alasan tambahan
dilakukannya translasi mata uang asing, yaitu:
1. mencatat
transaksi mata uang asing;
2. memperhitungkan
efeknya perusahaan terhadap translasi mata uang; dan
3. berkomunikasi
dengan peminat saham asing.
B) Istilah dalam
translasi mata uang asing.
Translasi adalah
penjabaran mata uang asing. Translasi merupakan pertukaran mata uang asing
(diatur oleh IAD no.21)
1. Translasi terjadi
apabila perusahaan anak cabang telah signifikan, dan
ada MNC (Multy National
Corporete)
2. Translasi merubah
satuan yang berbeda-beda menjadi satuan uang.
3. translasi yang
bermaun krus
Translasi merupakan
proses penerjemahan bahasa pemograman ( source code) menjadikan sebuah file
atau berupa tampilan lain. Proses Transalai meliputi istilah: Compile,
Interpret, dan Link. Program aplikasi computer (perangkat lunak) yang biasa
dikembangkan dapat berada dalam tiga bentuk:
1. Source-code
2. Intermediate-code
3. Executable-code
Ada Dua Proses Tahap
Translasi :
1. Translasi dari
source-code ke intermediate-code
2. Translasi dari
intermediate-code ke executable-code
Variasi Pendekatan
Translasi
Pendekatan translasi
program komputer dalam bentuk source-code ke executable-code :
1. Full-interpretation.
Translasi dari source-code langsung ke
executable-code dengan
menggunakan sat tahap saja.
2. Mixed. Translasi
dari source-code ke intermediate-code bersifat
compile (dihasilkan
output file). Translasi dari intermediate-code ke
executable-code
bersifat interpret (tidak dihasilkan output file).
3. Full-compilation.
Translasi dari source-code ke intermediate-code bersifat compile (output file
ada). Translasi dari intermediate-code ke executable-code bersifat compile juga
(output file ada).Kata ‘compile’ dipakai sebagai istilah translasi yang
menghasilkan output file . Untuk selanjutnya, kata compile bermakna ‘translasi
dari source-code ke intermediate-code (yang menghasilkan output file)’.Dalam
praktek, pemakaian kata ini sangat sembarangan, bisa berarti apa.
C) Keuntungan dan
kerugian translasi mata uang asing.
Perlakuan-perlakuan
akuntansi menyebabkan penyesuaian-penyesuaian intemasional ini sama beragamnya
dengan prosedur-prosedur translasi yang melatarbelakanginya. Karenanya,
solusi-solusi yang masuk akal atas masalah bagaimana memperlakukan “keuntungan
atau kerugian” translasi ini sangat dibutuhkan.
Pendekatan-pendekatan
atas akuntansi bagi penyesuaian translasi dimulai dari pendekatan deferral
(penundaan) hingga pendekatan yang tidak mengharuskan penundaan sama sekali,
dengan perlakuan-perlakuan hibrida diantara keduanya.
Mayor
deferal.Memasukkan penyesuaian-penyesuaian translasi dalam laba berjalan secara
umum umum ditentang dengan alasan bahwa penyesuaian-penyesuaian tersebut
hanyalah produk dari proses penyajian ulang. Yaitu, perubahan-perubahan dalam
valuta domestik ekivalen dari aktiva bersih perusahaan anak di luar negeri
“belum terealisasi”, tidak memiliki efek atas arus kas valuta lokal yang ditimbulkan
oleh entitas di luar negeri yang mungkin sedang melakukan investasi ulang atau
membayar kembali kepada perusahaan induk. Memasukkan penyesuaian-penyesuaian
semacam itu dalam laba berjalan, dengan demikian, akan menyesatkan. Dalam
situasi-situasi ini, penyesuaian translasi harus diakumulasikan secara terpisah
sebagai bagian dari ekuitas konsolidasi.
Meskipun begitu,
pendekatan deferral, mungkin ditentang dengan alasan bahwa nilai tukar tidak
kembali ke keadaan semula dengan sendirinya. Bahkan jika hal itu terjadi,
penyesuaian-penyesuaiati deferral atau transaksi akan didasari pada prediksi
nilai tukar, upaya yang paling susah dalam praktik. Situasi-situasi bisa timbul
dimana hasil-hasil operasi mengalami salah saji hanya karena kesalahan peramalan.
Bagi beberapa pihak, penundaan kerugian atau keuntungan translasi menutupi
perilaku perubahan nilai tukar; yaitu, perubahan-perubahan kurs merupakan fakta
historis dan pemakai-pemalcai laporan keuanganakan terlayani dengan baik jika
dampak-dampak fluktuasi nilai tukar dicatat ketika dampak-dampak ini muncul.
Menurut FAS No. 8(paragraf 199), “Kurs selalu berfluktuasi; akuntansi
seharusnya tidak memberi kesan bahwa kurs tersebut stabil”.
Deferral dan
Amortisasi. Beberapa pengamat menyukai penundaan keuntungan dan kerugian
translasi dan mengamortisasikan penyesuaian-penyesuaian ini selama usia
item-item neraca yang bersangkutan. Apresiasi marka terhadap dolar antar
tanggal konsolidasi menghasilkan kerugian translasi. Berdasarkan asumsi bahwa
biaya dari aset termasuk pengorbanan yang diperlukan untuk mengurangi dan
menghapus kewajiban yang terkait, kerugian translasi akan diperlakukan sebagai
bagian dari biaya aset yang bersangkutan dan diamortisasikan menjadi beban
selama usia produktif aset Tersebut.
No deferral. Pilihan
ketiga dalam akuntansi bagi keuntungan dan kerugian translasi adalah dengan
mengakui kerugian atau keuntungan tersebut dalam laporan laba-rugi secepatnya.
Penundaaan macam apapun dianggap semu dan menyesatkan. Selain itu,
kriteria-kriteria penundaan dianggap tidak mungkin diimplementasikan dan secara
internal tidak konsisten. Jadi, pendekatan tradisionalnya adalah mengakui
kerugian dengan segera tetapi hanya mengakui keuntungan sejauh keuntungan
tersebut telah terealisasi. Walaupun bersifat konservatif, penundaan keuntungan
translasi semata-mata dilakukan karena keuntungan “menolak” bahwa perubahan
kurs telah terjadi.
Memasukkan keuntungan
dan kerugian translasi dalam laba berjalan, sayangnya, berarti melibatkan
elemen random dalam laba yang bisa mengakibatkan gejolak laba yang signifikan
setiap kali nilai tukar berubah. Selain itu, memasukkan keuntungan dan kerugian
“di atas kertas” semacam itu ke dalam laba yang dilaporkan bisa menyesatkan
pembaca laporan keuangan, karena penyesuian-penyesuaian ini tidak selalu
menyediakan informasi yang cocok dengan dampak ekonomi yang diharapkan dari
perubahan kurs atas arus kas perusahaan.
D) Pengaruh metode
translasi mata uang asing terhadap laporan keuangan.
Ketiga nilai tukar
berikut ini digunakan ketika melakukan translasi saldo dalam mata uang asing
menjadi mata uang domestic. Pertama, kurs ini adalah kurs nilai tukar pada saat
tanggal laporan keuangan. Kedua, kurs histories adalah kurs nilai tukar pada
saat suatu aktiva dalam mata uang asing pertama kali diperoleh atau ketika
suatu kewajiban dalam mata uang asing pertama kali terjadi. Terakhir, kurs
rata-rata yaitu rata-rata sederhana atau tertimbang dari kurs nilai tukar kini
atau kurs nilai tukar histories. Pengaruh penggunaan kurs nilai tukar histories
dibandingkan dengan kurs nilai tukar kini terhadap laporan keuangan ketika
digunakan sebagai koofisien translasi mata uang asing. Kurs nilai tukar
histories umumnya mempertahankan biaya awal ekuivalen dengan suatu pos dalam
mata uang asing dalam laporan berdenominasi mata uang domestic.
1. Single Rate Method
Berdasarkan pendekatan
translasi ini, laporan keuangan operasi luar negeri, yang dianggap oleh
perusahaan induk sebagai entitas yang otonom, memiliki domisili pelaporan
mereka sendiri. Ini adalah lingkungan akuntansi lokal tempat dimana perusahaan
afiliasi asing tersebut mentraksaksikan urusan bisnisnya. Untuk mempertahankan
“rasa” lokal dari laporan valuta, suatu cara harus ditemukan agar translasi
bisa dilaksanakan dengan distorsi yang minimal. Cara yang paling baik adalah
penggunaan metode kurs berlaku.
Karena semua laporan
keuangan valuta asing sebenarnya dikalikan dengan suatu konstansta, metode
translasi ini mempertahankan hasil keuangan dan hubungan asli (misalnya.
rasio-rasio keuangan) dalam laporan konsolidasi dari entitas-entitas individual
yang dikonsolidasi. Hanya bentuk perkiraan-perkiraan luar negeri, bukan hakekatnya,
yang berubah dalam metode kurs berlaku.
Meskipun menarik dan
sederhana secara konseptual, metode kurs berlaku dipersalahkan oleh sebagian
orang karena merusak tujuan dasar dari laporan keuangan konsolidasi, yaitu
karena menyajikan, untuk keuntungan pemegang saham perusahaan induk,
hasil-hasil operasi dan posisi keuangan perusahaan induk dan
perusahaan-perusahaan anaknya dari perspektif valuta tunggal yaitu.
mempertahankan valuta pelaporan perusahaan induk sebagai unit pengukuran. Dalam
metode kurs berlaku, hasil-hasil konsolidasi akan mencerminkan
perspekfif-perspektif valuta dari masing-masing negara tempat dimana
perusahaan-perusahaan anak berada. Misalnya, jika sebuah aktiva dip=roleh
sebuah perusahaan anak di luar negeri seharga VA 1,000 ketika kursnya adalah VA
1=$1, maka biaya historisnya dari perspektif dolar adalah $1.000; dari
perspektif valuta lokal juga $1,000. Jika kurs berubah menjadi VA 5 = $1, biaya
historis aset tersebut dari perspektif dolar (translas’ biaya historis) tetap
$1,000. Jika valuta lokal tetap dipertahankan sebagai unit pengukuran, nifai
aset akan diekspresikan sebesar $200 (translasi kurs berlaku).
Metode kurs berlaku
juga dipersalahkan karena mengasumsikan bahwa semua aktiva-valuta lokal
dipengaruhi oleh risiko nilai tukar (yaitu, mengasumsikan bahwa fluktuasi
valuta domestik yang ekivalen, yang disebabkan oleh fluktuasi kurs translasi
berjalan, merupakan indikator perubahan nilai intrinsik aktiva-aktiva
tersebut). Hat ini jarang benar karena nilai persediaan dan aktiva-aktiva tetap
di luar negeri umumnya didukung oleh inflasi lokal.
2. Multiple Rate
Methods
Metode-metode kurs
berganda mengkombinasikan nilai tukar berjalan dan historis dalam proses
translasi. 3 metode semacam itu akan dibahas berikut ini.
Metode berlaku-historis.
Berdasarkan pendekatan berlaku-historis, yang populer di AS dan ditempat-tempat
lain sebelum tahun 1976, aktiva lancar dan kewajiban lancar sebuah perusahaan
anak di luar negeri ditranslasikan kedalam valuta pelaporan perusahaan induknya
dengan menggunakan kurs berlaku. Aktiva dan kewajiban non-lancar ditranslasikan
dengan kurs historis.
Item-item laporan
laba-rugi, kecuali beban depresiasi dan amortisasi, ditranslasikan dengan kurs
rata-rata masing-masing bulan operasi atau dengan basis rata-rata tertimbang
dari seluruh periode yang akan dilaporkan. Beban depresiasi dan amortisasi
ditranslasikan dengan memakai kurs historis yang berlaku pada saat aset yang
bersangkutan diperoleh.
Metodologi ini,
sayangnya, memiliki sejumlah kelemahan. Misalnya, metode ini kurang memilik
justifikasi konseptual. Definisi-definisi yang ada mengenai aktiva dan
kewajiban lancar dan non-lancar tidak menjelaskan mengapa cara klasifikasi
seperti itu menentukan kurs mana yang akan digunakan dalam proses transiasi.
Metode moneter-nonmoneter.
Seperti halnya metode berlaku-historis, metode moniter-nonmoneter memakai pola
klasifikasi neraca untuk menentukan kurs translasi yang tepat.
Karena item-item
moneter diselesaikan dalam kas; pemakaian kurs berlaku untuk mentranslasikan
item-item valuta asing menghasilkan valuta domestik ekivalen yang mencerminkan
nilai realisasi atau nilai penyelesaiannya.
Metode Temporal Menurut
pendekatan temporal, translasi valuta merupakan suatu proses konversi
pengukuran (yaitu, penyajian ulang nilai tertentu). Karena itu, metode ini
tidak dapat digunakan untuk mengubah atribut suatu item yang sedang diukur;
metode ini hanya dapat mengubah unit pengukuran. Translasi saldo valuta asing,
misalnya, hanya mengubah (restate) denominasi persediaan. tidak penilaian
aktualnya. Dalam GAAP AS, aktiva kas diukur berdasarkan jumiah yang dimiliki
pada tanggal neraca. Piutang dan hutang dinyatakan dalam jumlah yang diharapkan
akan diterima atau dibayar pada saat jatuh tempo. Kewajiban dan aktiva lain
diukur pada harga yang berlaku ketika item¬item tersebut diperoleh atau terjadi
(harga historis). Meskipun begitu, beberapa diantaranya diukur berdasarkan
harga yang berlaku pada tanggal laporan keuangan (harga berjalan), seperti
persediaan dibawah aturan biaya atau pasar. Pendek kata, ada dimensi waktu yang
berkaitan dengan nilai-nilai uang ini.
Menurut Lorensen, cara
terbaik untuk mempertahankan basis-basis akuntansi yang digunakan untuk
mengukur item-item valuta asing adalah dengan mentranslasikan jumlah uang luar
negerinya dengan kurs yang berlaku pada tanggal pengukuran uang luar negeri
berlangsung. Prinsip temporal dengan demikian menyatakan bahwa
uang, piutang, dan
hutang yang diukur pada jumlah yang dijanjikan seharusnya ditranslasikan
memakai kurs yang berlaku pada tanggal neraca. Aktiva dan kewajiban yang diukur
pada harga uang seharusnya ditranslasikan memakai kurs yang berlaku pada
tanggal yang berkenaan dengan harga uang tersebut.
E) Evaluasi dan
pemilihan metode translasi mata uang asing.
Metode konversi mata uang
Diseluruh dunia
setidaknya dikenal 4 jenis metode konversi mata uang, yaitu :
1. Metode Current/Non
current
Metode ini merupakan
metode yang paling tua di antara metode konversi mata uang. Dengan metode ini,
semua asset dan kewajiban lancer dari cabang-cabang perusahaan dikonversikan
dalam mata uang Negara asal dengan kurs saat ini, yaitu kurs pada saat neraca
disusun. Sedang asset dan kewajiban yang tidak lancar (noncurrent),seperti
biaya depresiasi, dikonversikan pada kurs histories, yaitu kurs pada saat asset
diperoleh ataupun pada saat kewajiban terjadi. Oleh karena itu, cabang
perusahaan di luar negeri yang memiliki modal kerja yang dinilai positif dalam
mata uang local akan meningkatkan resiko rugi (translation loss) akibat
devaluasi dengan metode current/non current. Sebaliknya bila modal kerja
ternyata negative dinilai dalam mata uang local berarti terdapat keuntungan
(translation gain) akibat revaluasi dengan metode tersebut.
Namun demikian, metode
ini tidak mempertimbangkan unsur ekonomis. Menggunakan kurs akhir tahun untuk
mentranslasikan aktiva lancar secara tidak langsung menunjukkan bahwa kas,
piutang, dan persediaan dalam mata uang asing sama-sama menghadapi risiko nilai
tukar. Hal ini tentu tidak tepat. Sebaliknya, translasi utang jangka panjang
berdasarkan kurs histories mengalihkan pengaruh mata uang yang berfluktuasi
kedalam tahun penyelesaian.
2. Metode Monetary/non
monetary
Asset moneter (terutama
kas, surat-surat berharga, piutang, dan piutang jangka panjang) dan kewajiban
moneter (terutama utang lancar dan utang jangka panjang) dikonversi pada kurs
saat ini. Sedang pos-pos nonmoneter, seperti stock barang, asset tetap, dan investasi
jangka panjang, dikonversi pada kurs histories.
Pos-pos dalam laporan
laba/rugi dikonversi pada kurs rata-rata pada periode tersebut, kecuali untuk
pos penerimaan dan biaya yang berkaitan dengan asset dan kewajiban non moneter.
Biaya depresiasi dan biaya penjualan dikonversi pada kurs yang sama dengan pos
dalam neraca. Akibatnya, biaya penjualan bisa saja dikonversi dengan kurs yang
berlainan dengan kurs yang digunakan untuk mengkonversi penjualan. Perlu
diperhatikan bahwa metode moneter-non moneter bergantung pada klasifikasi skema
neraca untuk menentukan kurs translasi yang tepat. Hal ini dapat menghasilkan
hasil yang kurang tepat. Metode ini juga akan mendistorsikan marjin laba karena
menandingkan penjualan berdasarkan harga dan kurs translasi kini dengan biaya
penjualan yang diukur sebesar biaya perolehan dan kurs translasi histories.
3. Metode temporal
Dengan menggunakan
metode temporal, translasi mata uang merupakan proses konversi pengukuran atau
penyajian ulang nilai tertentu. Metode tidak mengubah atribut suatu pos yang
diukur, malainkan hanya mengubah unit pengukuran. Translasi saldo-saldo dalam
mata uang asing menyebabkan pengukuran ulang denominasi pos-pos tersebut,
tetapi bukan penilaian sesungguhnya.
Metode ini merupakan
modifikasi dari metode moneter/non moneter. Perbedaannya, dalam metode
moneter/non moneter, persediaan (inventory) selalu dikonversi dengan kurs
histories. Sedang dalam metode temporal, persediaan umumnya dikonversi dengan
kurs histories, namun bisa saja dikonversi dengan kurs saat ini apabila
persediaan tersebut dicatat dalam neraca dengan nilai pasarnya. Secara
teoritis, metode temporal lebih menekankan pada evalusai biaya (histories
ataukah pasar).
Pos-pos dalam laporan
laba/rugi umumnya dikonversi dengan kurs rata-rata pada periode laporan. Sedang
biaya penjualan, cicilan utang, dan depresiasi yang berkaitan dengan pos-pos
dalam neraca dikonversi dengan kurs histories (harga di masa lalu).
4. Metode Current rate
Metode ini merupakan
metode yang paling mudah karena semua pos neraca dan laba/rugi dikonversi
dengan kurs saat ini. Metode ini direkomendasi oleh Ikatan Akuntan Inggris,
Skotlandia, dan Wales, serta secara luas digunakan oleh perusahaan-perusahaan
Inggris. Dengan metode ini, bila asset yang didenominasi dalam valas melebihi
kewajiban dalam valas, suatu devalusai akan menghasilkan kerugian. Variasi dari
metode ini adalah mengkonversi semua asset dan kewajiban, kecuali asset tetap
bersih yang dinyatakan dengan kurs saat ini.
F) Transaksi dengan
mata uang asing
Ciri utama yang
istimewa dari sebuah transaksi mata uang asing adalah penyelesainnya
dipengaruhi dalam suatu mata uang asing. Jadi, transaksi dalam mata uang asing
terjadi pada saat suatu perusahaan membeli atau menjual barang dengan
pembayaran yang dilakukan dalam suatu mata uang asing atau ketika perusahaan
meminjam atau meminjamkan dalam mata uang asing.
Suatu transaksi mata
uang asing dapat berdenominasi dalam satu mata uang, tetapi diukur atau dicatat
dalam mata uang yang lain. Untuk memahami mengapa hal ini terjadi,
petimbangkanlah pertama-tama istilah mata uang fungsional. Mata uang fungsional
sebuah perusahaan diartikan sebagai mata uang lingkungan ekonomi yang utama
dimana perusahaan beroperasi dan menghasilkan arus kas. Jika suatu operasi anak
perusahaan luar negeri relative berdiri sendiri dan terintegrasi dalam Negara
asing (yaitu sutau anak perusahaan yang menghasilkan produk untuk distribusi
setempat), umumnya akan menghasilkan dan mengeluarkan uang dalam mata uang
local (Negara-negara domisili). Dengan demikian mata uang local (contoh euro
untuk anak perusahaandari suatu perusahaan AS yang berada di Belgia) adalah
mata uang fungsionalnya.
Untuk menggambarkan
perbedaan antara suatu transaksi yang berdenominasi dalam suatu mata uang
tetapi diukur dalam mata uang lainnya, misalkan sebuah anak perusahaan AS di
Hong Kong membeli persediaan barang dagangan dari Republik Rakyat Cina yang
dibayarkan dalam renmimbi. Mata uang fungsional anak perusahaan adalah dollar
AS. Dalam kasus ini, anak perusahaan akan mengukur transaksi mata uang asing
yang berdenominasi dalam renmimbi ke dalam dollar AS, mata uang yang digunakan
dalam catatan bukunya. Dari sudut pandang induk perusahaan, kewajiban anak
perusahaan berdenominasi dalam renmimbi, tetapi diukur dalam dollar AS, mata
uang fungsionalnya, untuk keperluan konsolidasi
G) Hubungan translasi
mata uang asing dengan inflasi
Penggunaan kurs kini
untuk mentranslasikan biaya perolehan aktiva non-moneter yang berlokasi di
lingkungan berinflasi pada akhirnya akan menimbulkan nilai ekuivalen dalam mata
uang domestik yang jauh lebih rendah dari pada dasar pengukuran awalnya. Pada
saat yang bersamaan, laba yang ditranslasikan akan jauh lebih besar sehubungan
dengan beban depresisasi yang juga lebih rendah. Hasil translasi seperti itu
dengan mudah dapat lebih menyesatkan pembaca ketika memberikan informasi kepada
pembaca. Penilaian dolar yang lebih rendah biasanya merendahkan kekuatan laba
akutal dari aktiva luar negeri yang didukung oleh inflasi lokal dan rasio
pengembalian atas investasi yang terpengaruh inflasi di suatu operasi luar
negeri dapat menciptakan harapan yang palsu atas keuntungan masa depan.
FASB menolak
penyesuaian inflasi sebelum proses translasi, karena penyesuaian tersebut tidak
konsisten dengan kerangka dasar penilaian biaya historis yang digunakan dalam
laporan keuangan dasar di AS. Sebagai solusi FAS No 52 mewajibkan penggunaan
dolar AS sebagai mata uang fungsional untuk operasi luar negeri yang
berdomisili dilingkungan dengan hiperinflasi. Prosedur ini akan mempertahankan
nilai konstan ekuivalen dolar aktiva dalam mata uang asing, karena aktiva
tersebut akan ditranslasikan menurut kurs historis. Pembebanan kerugian
translasi atas aktiva tetap dalam mata uang asing terhadap ekuitas pemegang
saham akan menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap rasio keuangan.
Masalah translasi mata uang asing tidak dapat dipisahkan dari masalah akuntansi
untuk inflasi asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar