Teori dan
Pengertian Perubahan Sosial
Perubahan
sosial secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses pergeseran atau
berubahnya struktur/tatanan didalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih
inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan yang
lebih bermartabat.
Pada
dasarnya setiap masyarakat yang ada di muka bumi ini dalam hidupnya dapat
dipastikan akan mengalami apa yang dinamakan dengan perubahan-perubahan. Adanya
perubahan-perubahan tersebut akan dapat diketahui bila kita melakukan suatu
perbandingan dengan menelaah suatu masyarakat pada masa tertentu yang kemudian
kita bandingkan dengan keadaan masyarakat pada waktu yang lampau.
Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat,pada dasarnya merupakan
suatu proses yang terus menerus, ini berarti bahwa setiap masyarakat pada
kenyataannya akan mengalami perubahan-perubahan.
Tetapi
perubahan yang terjadi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain
tidak selalu sama. Hal ini dikarenakan adanya suatu masyarakat yang mengalami
perubahan yang lebih cepat bila dibandingkan dengan masyarakat lainnya.
Perubahan tersebut dapat berupa perubahan-perubahan yang tidak menonjol atau
tidak menampakkan adanya suatu perubahan. Juga terdapat adanya perubahan-perubahan
yang memiliki pengaruh luas maupun terbatas. Di samping itu ada juga
perubahan-perubahan yang prosesnya lambat, dan perubahan yang berlangsung
dengan cepat.
Pengertian Perubahan Sosial
Perubahan-perubahan yang terjadi
di dalam masyarakat pada umumnya menyangkut hal yang kompleks. Oleh karena itu
Alvin L. Bertrand menyatakan bahwa perubahan sosial pada dasarnya tidak dapat
diterangkan oleh dan berpegang teguh pada faktor yang tunggal. Menurut Robin
Williams, bahwa pendapat dari faham diterminisme monofaktor kini sudah
ketinggalan zaman, dan ilmu sosiologi modern tidak akan menggunakai
interpretasi-interpretasi sepihak yang mengatakan bahwa perubahan itu hanya
disebabkap oleh satu faktor saja.
Jadi jelaslah, bahwa perubahan
yang terjadi pada masyarakat tersebut disebabkah oleh banyaknya faktor-faktor
yang mempengaruhi. Karenanya perubahan yang terjadi di dalam masyarakat itu
dikatakan berkaitan dengan hal yang kompleks. Tentang perubahan sosial ini,
beberapa sosiolog memberikan beberapa definisi perubahan sosial
yang dapat membantu kita untuk lebih mudah memahami apa sebenarnya perubahan
sosial tersebut, adalah sebagai berikut :
Pengertian Perubahan Sosial Menurut Ahli
- William F.Ogburn mengemukakan bahwa “ruang lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun yang immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial”.
- Kingsley Davis mengartikan “perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat”.
- MacIver mengatakan “perubahan-perubahan sosial merupakan sebagai perubahanperubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial”.
- JL.Gillin dan JP.Gillin mengatakan “perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, idiologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat”.
- Samuel Koenig mengatakan bahwa “perubahan sosial menunjukkan pada modifikasimodifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia”.f. Definisi lain adalah dari Selo Soemardjan. Rumusannya adalah “segala perubahanperubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat”.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pengertian perubahan sosial adalah perubahan perubahan
yang terjadi pada masyarakat yang mencakup perubahan dalam aspek-aspek struktur
dari suatu masyarakat, ataupun karena terjadinya perubahan dari faktor lingkung
an, karena berubahnya komposisi penduduk, keadaan geografis, serta berubahnya
sistem hubungan sosial, maupun perubahan pada lembaga kemasyarakatannya.
Perubahan Sosial Di Abad Ke 20
Berakhirnya
Perang Dunia II diikuti perubahan-perubahan sosial besar di kawasan Asia,
Afrika dan Amerika Selatan dimana mayoritas masyarakat hidup. Akibatnya, muncul
berbagai teori mengenai perubahan-perubahan di negara-negara yang diberi
berbagai julukan seperti ”Masyarakat-masyarakat Dunia Ketiga”, ”Negara-negara
Terkebelakang”, ”Negara-negara Sedang Berkembang”, atau ”Negara-negara
Selatan”.
Gidden mengemukakan bahwa proses
peningkatan kesalingtergantungan masyarakat dunia yang dinamakannya globalisasi
ditandai oleh kesenjangan besar antara kekayaan dan tingkat hidup masyarakat
industri dan masyarakat Dunia Ketiga. Selain itu ia mencatat tumbuh dan
berkembangnya negara-negara industri baru, dan semakin meningkatnya komunikasi
antar negara sebagai dampak teknologi komunikasi yang semakin canggih.
Teori perubahan sosial pada abad 20 yang terkenal adalah:
1. Teori
Modernisasi
Teori
Modernisasi menganggap bahwa negara-negara terbelakang akan menempuh jalan sama
dengan negara industri maju di Barat sehingga kemudian akan menjadi negara
berkembang pula melalui proses modernisasi. Teori ini berpandangan bahwa
masyarakat yang belum berkembang perlu mengatasi berbagai kekurangan dan
masalahnya sehingga dapat mencapai tahap ”tinggal landas” ke arah perkembangan
ekonomi. Menurut Etzioni-Halevy dan Etzioni transisi dari keadaan
tradisional ke modernitas melibatkan revolusi demografi yang ditandai
menurunnya angka kematian dan angka kelahiran; menurunnya ukuran dan pengaruh
keluarga; terbukanya sistim stratifikasi; peralihan dari stuktur feodal atau
kesukuan ke suatu birokrasi; menurunnya pengaruh agama; beralihnya fungsi
pendidikan dari keluarga dan komunikasi ke sistem pendidikan formal; munculnya
kebudayaan massa; dan munculnya perekonomian pasar dan industrialisasi.
2. Teori
Ketergantungan
Menurut teori ketergantungan yang
didasarkan pada pengalaman-pengalaman negara Amerika Latin bahwa perkembangan
dunia tidak merata; negara-negara industri menduduki posisi dominan sedangkan
negara-negara Dunia Ketiga secara ekonomi tergantung padanya. Perkembangan
negara-negara industri dan keterbelakangan negara-negara Dunia Ketiga, menurut
teori ini, berjalan bersamaan: di kala negara-negara industri mengalami
perkembangan, maka negara-negara Dunia Ketiga yang mengalami kolonialisme,
khususnya di Amerika Lain, tidak mengalami ”tinggal landas” tetapi justru
menjadi semakin terkebelakang.
3. Teori
Sistem Dunia
Teori
yang dirumuskan Immanuel Wallerstein
mengatakan bahwa perekonomian kapitalis dunia tersusun atas tiga jenjang:
negara-negara inti, negara-negara semi-periferi, dan negara-negara periferi.
Negara-negara inti terdiri atas negara-negara Eropa Barat yang sejak abad 16
mengawali proses industrialisasi dan berkembang pesat, sedangkan negara-negara
semi- periferi merupakan negara-negara di Eropa Selatan yang menjalin hubungan
dagang dengan negara-negara inti dan secara ekonomis tidak berkembang.
Negara-negara periferi merupakan kawasan Asia dan Afrika yang semula merupakan
kawasan ekstern karena berada di luar jaringan perdagangan negara-negara inti
tetapi kemudian melalui kolonisasi ditarik ke dalam sistem dunia. Kini
negara-negara inti (yang kemudian mencakup pula Amerika Serikat dan Jepang)
mendominasi sistem dunia sehingga mampu memanfaatkan sumberdaya negara lain
untuk kepentingan mereka sendiri, sedangkan kesenjangan yang berkembang antara
negara-negara inti dengan negara-negara lain sudah sedemikian lebarnya sehingga
tidak mungkin tersusul lagi.
PERUBAHAN
SOSIAL DI ASIA TENGGARA
Kemajemukan
masyarakat di Asia Tenggara telah memunculkan berbagai konsep dan teori yang
dilandaskan pada pengalaman khas berbagai masyarakat Asia. Hans-Dieter Evers menyunting berbagai tulisan dan merangkumnya
menjadi konsep dual societies, plural societies dan involution.
Dual Societies
Menurut
Bocke dalam masyarakat Timur,
kapitalisme bersifat merusak – ikatan-ikatan komunis melemah, dan taraf hidup
masyarakat menurun – karena telah mengakibatkan terjadinya ekonomi dualistis.
Dalam masyarakat dualistis dijumpai sejumlah antitesis, yaitu pertentangan
antara (1) faktor produksi pada masyarakat Barat yang bersifat dinamis dan
masyarakat pribumi di pedesaan yang bersifat statis, (2) masyarakat perkotaan
(orang Barat) dengan masyarakat pedesaan (orang Timur), (3) ekonomi uang dan
ekonomi barang, (4) sentralisasi administrasi dan lokalisasi, (5) kehidupan
yang didominasi mesin (masyarakat Barat) dan didominasi kekuatan alam
(masyarakat Timur), dan (6) perekonomian produsen dan perekonomian konsumen.
Menurut
Evers, ciri dualistis adalah adanya
masyarakat yang terkebelakang yang hidup berdampingan dengan masyarakat maju.
Plural
Societies
Furnivall memberikan contoh pada masyarakat
Indonesia. Masyarakat Indonesia terdiri atas sejumlah tatanan sosial yang hidup
berdampingan tetapi tidak berbaur, namun menurutnya kelompok Eropa, Cina dan
pribumi saling melekat laksana kembar siam dan akan hancur bilamana dipisahkan.
Menurut
Evers konsep ini bisa dikembangkan
dan diuji pada masyarakat lain.
Involution
Menurut
Geertz pengaruh kapitalisme Barat
terhadap masyarakat pedesaan di Jawa tidak menghasilkan perubahan secara
evolusioner, melainkan suatu proses yang dinamakan involusi. Penetrasi
kapitalisme Barat terhadap sistem sawah di Jawa membawa kemakmuran di Barat
tetapi mengakibatkan suatu proses ”tinggal landas” berupa peningkatan jumlah
penduduk pedesaan. Ternyata kelebihan penduduk ini dapat diserap sawah melalui
proses involusi, yaitu suatu kerumitan berlebihan yang semakin rinci yang
memungkinkan tiap orang tetap menerima bagian dari panen meskipun bagiannya
memang menjadi semakin mengecil.
Konsep
Geertz ini banyak digunakan oleh
ilmuwan sosial lain. Armstrong dan Terry McGee mengaitkan konsep involusi
dengan sistem pasar di daerah perkotaan Dunia Ketiga, yang senantiasa mampu
menyerap tenaga kerja. Evers (1974)
lebih mengaitkan konsep involusi dengan perubahan struktural di daerah
perkotaan; meskipun penduduk bertambah, namun kurang terjadi diferensiasi
sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar