Senin, 03 November 2014

Tugas Sosiologi dan Politik #


Teori dan Pengertian Perubahan Sosial

Perubahan sosial secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan didalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih bermartabat.Teori dan Pengertian Perubahan Sosial
Pada dasarnya setiap masyarakat yang ada di muka bumi ini dalam hidupnya dapat dipastikan akan mengalami apa yang dinamakan dengan perubahan-perubahan. Adanya perubahan-perubahan tersebut akan dapat diketahui bila kita melakukan suatu perbanding­an dengan menelaah suatu masyarakat pada masa tertentu yang kemudian kita bandingkan dengan keadaan masyarakat pada waktu yang lampau. Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat,pada dasarnya merupakan suatu proses yang terus menerus, ini berarti bahwa setiap masyarakat pada kenyataannya akan mengalami perubahan-peru­bahan.
Tetapi perubahan yang terjadi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain tidak selalu sama. Hal ini dikarenakan adanya suatu masyarakat yang meng­alami perubahan yang lebih cepat bila dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan-perubahan yang tidak menonjol atau tidak menampakkan adanya suatu perubahan. Juga terdapat adanya perubahan-perubahan yang memiliki pengaruh luas maupun terbatas. Di samping itu ada juga perubahan-perubahan yang prosesnya lambat, dan perubahan yang berlangsung dengan cepat.

Pengertian Perubahan Sosial

Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat pada umumnya menyangkut hal yang kompleks. Oleh karena itu Alvin L. Bertrand menyatakan bahwa perubahan sosial pada dasarnya tidak dapat diterangkan oleh dan berpegang teguh pada faktor yang tunggal. Menurut Robin Williams, bahwa pendapat dari faham diterminisme monofaktor kini sudah ketinggalan zaman, dan ilmu sosiologi modern tidak akan menggunakai interpretasi-interpretasi sepihak yang mengatakan bahwa perubahan itu hanya disebabkap oleh satu faktor saja.
Jadi jelaslah, bahwa perubahan yang terjadi pada masyarakat tersebut disebabkah oleh banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi. Karenanya perubahan yang terjadi di dalam masyarakat itu dikatakan berkaitan dengan hal yang kompleks. Tentang perubahan sosial ini, beberapa sosiolog memberikan beberapa definisi perubahan sosial yang dapat membantu kita untuk lebih mudah memahami apa sebenarnya perubahan sosial tersebut, adalah sebagai berikut :

Pengertian Perubahan Sosial Menurut Ahli

  1. William F.Ogburn mengemukakan bahwa “ruang lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun yang immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial”.
  2. Kingsley Davis mengartikan “perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat”.
  3. MacIver mengatakan “perubahan-perubahan sosial merupakan sebagai perubahanperubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial”.
  4. JL.Gillin dan JP.Gillin mengatakan “perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, idiologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat”.
  5. Samuel Koenig mengatakan bahwa “perubahan sosial menunjukkan pada modifikasimodifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia”.f. Definisi lain adalah dari Selo Soemardjan. Rumusannya adalah “segala perubahanperubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian perubahan sosial adalah perubahan perubahan yang terjadi pada masyarakat yang mencakup perubahan dalam aspek-aspek struktur dari suatu masyarakat, ataupun karena terjadinya perubahan dari faktor lingkung an, karena berubahnya komposisi penduduk, keadaan geografis, serta berubahnya sistem hubungan sosial, maupun perubahan pada lembaga kemasyarakatannya.

Perubahan Sosial Di Abad Ke 20

            Berakhirnya Perang Dunia II diikuti perubahan-perubahan sosial besar di kawasan Asia, Afrika dan Amerika Selatan dimana mayoritas masyarakat hidup. Akibatnya, muncul berbagai teori mengenai perubahan-perubahan di negara-negara yang diberi berbagai julukan seperti ”Masyarakat-masyarakat Dunia Ketiga”, ”Negara-negara Terkebelakang”, ”Negara-negara Sedang Berkembang”, atau ”Negara-negara Selatan”.
            Gidden mengemukakan bahwa proses peningkatan kesalingtergantungan masyarakat dunia yang dinamakannya globalisasi ditandai oleh kesenjangan besar antara kekayaan dan tingkat hidup masyarakat industri dan masyarakat Dunia Ketiga. Selain itu ia mencatat tumbuh dan berkembangnya negara-negara industri baru, dan semakin meningkatnya komunikasi antar negara sebagai dampak teknologi komunikasi yang semakin canggih.

Teori perubahan sosial pada abad 20 yang terkenal adalah:
1.   Teori Modernisasi
Teori Modernisasi menganggap bahwa negara-negara terbelakang akan menempuh jalan sama dengan negara industri maju di Barat sehingga kemudian akan menjadi negara berkembang pula melalui proses modernisasi. Teori ini berpandangan bahwa masyarakat yang belum berkembang perlu mengatasi berbagai kekurangan dan masalahnya sehingga dapat mencapai tahap ”tinggal landas” ke arah perkembangan ekonomi. Menurut Etzioni-Halevy dan Etzioni transisi dari keadaan tradisional ke modernitas melibatkan revolusi demografi yang ditandai menurunnya angka kematian dan angka kelahiran; menurunnya ukuran dan pengaruh keluarga; terbukanya sistim stratifikasi; peralihan dari stuktur feodal atau kesukuan ke suatu birokrasi; menurunnya pengaruh agama; beralihnya fungsi pendidikan dari keluarga dan komunikasi ke sistem pendidikan formal; munculnya kebudayaan massa; dan munculnya perekonomian pasar dan industrialisasi.
2.   Teori Ketergantungan
      Menurut teori ketergantungan yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman negara Amerika Latin bahwa perkembangan dunia tidak merata; negara-negara industri menduduki posisi dominan sedangkan negara-negara Dunia Ketiga secara ekonomi tergantung padanya. Perkembangan negara-negara industri dan keterbelakangan negara-negara Dunia Ketiga, menurut teori ini, berjalan bersamaan: di kala negara-negara industri mengalami perkembangan, maka negara-negara Dunia Ketiga yang mengalami kolonialisme, khususnya di Amerika Lain, tidak mengalami ”tinggal landas” tetapi justru menjadi semakin terkebelakang.
3.   Teori Sistem Dunia
      Teori yang dirumuskan Immanuel Wallerstein mengatakan bahwa perekonomian kapitalis dunia tersusun atas tiga jenjang: negara-negara inti, negara-negara semi-periferi, dan negara-negara periferi. Negara-negara inti terdiri atas negara-negara Eropa Barat yang sejak abad 16 mengawali proses industrialisasi dan berkembang pesat, sedangkan negara-negara semi- periferi merupakan negara-negara di Eropa Selatan yang menjalin hubungan dagang dengan negara-negara inti dan secara ekonomis tidak berkembang. Negara-negara periferi merupakan kawasan Asia dan Afrika yang semula merupakan kawasan ekstern karena berada di luar jaringan perdagangan negara-negara inti tetapi kemudian melalui kolonisasi ditarik ke dalam sistem dunia. Kini negara-negara inti (yang kemudian mencakup pula Amerika Serikat dan Jepang) mendominasi sistem dunia sehingga mampu memanfaatkan sumberdaya negara lain untuk kepentingan mereka sendiri, sedangkan kesenjangan yang berkembang antara negara-negara inti dengan negara-negara lain sudah sedemikian lebarnya sehingga tidak mungkin tersusul lagi.

PERUBAHAN SOSIAL DI ASIA TENGGARA

            Kemajemukan masyarakat di Asia Tenggara telah memunculkan berbagai konsep dan teori yang dilandaskan pada pengalaman khas berbagai masyarakat Asia. Hans-Dieter Evers menyunting berbagai tulisan dan merangkumnya menjadi konsep dual societies, plural societies dan involution.

Dual Societies
            Menurut Bocke dalam masyarakat Timur, kapitalisme bersifat merusak – ikatan-ikatan komunis melemah, dan taraf hidup masyarakat menurun – karena telah mengakibatkan terjadinya ekonomi dualistis. Dalam masyarakat dualistis dijumpai sejumlah antitesis, yaitu pertentangan antara (1) faktor produksi pada masyarakat Barat yang bersifat dinamis dan masyarakat pribumi di pedesaan yang bersifat statis, (2) masyarakat perkotaan (orang Barat) dengan masyarakat pedesaan (orang Timur), (3) ekonomi uang dan ekonomi barang, (4) sentralisasi administrasi dan lokalisasi, (5) kehidupan yang didominasi mesin (masyarakat Barat) dan didominasi kekuatan alam (masyarakat Timur), dan (6) perekonomian produsen dan perekonomian konsumen.
            Menurut Evers, ciri dualistis adalah adanya masyarakat yang terkebelakang yang hidup berdampingan dengan masyarakat maju.

Plural Societies
            Furnivall memberikan contoh pada masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia terdiri atas sejumlah tatanan sosial yang hidup berdampingan tetapi tidak berbaur, namun menurutnya kelompok Eropa, Cina dan pribumi saling melekat laksana kembar siam dan akan hancur bilamana dipisahkan.
            Menurut Evers konsep ini bisa dikembangkan dan diuji pada masyarakat lain.

Involution
            Menurut Geertz pengaruh kapitalisme Barat terhadap masyarakat pedesaan di Jawa tidak menghasilkan perubahan secara evolusioner, melainkan suatu proses yang dinamakan involusi. Penetrasi kapitalisme Barat terhadap sistem sawah di Jawa membawa kemakmuran di Barat tetapi mengakibatkan suatu proses ”tinggal landas” berupa peningkatan jumlah penduduk pedesaan. Ternyata kelebihan penduduk ini dapat diserap sawah melalui proses involusi, yaitu suatu kerumitan berlebihan yang semakin rinci yang memungkinkan tiap orang tetap menerima bagian dari panen meskipun bagiannya memang menjadi semakin mengecil.
            Konsep Geertz ini banyak digunakan oleh ilmuwan sosial lain. Armstrong dan Terry McGee mengaitkan konsep involusi dengan sistem pasar di daerah perkotaan Dunia Ketiga, yang senantiasa mampu menyerap tenaga kerja. Evers (1974) lebih mengaitkan konsep involusi dengan perubahan struktural di daerah perkotaan; meskipun penduduk bertambah, namun kurang terjadi diferensiasi sosial.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar